![](https://beritahariini.id/wp-content/uploads/WhatsApp-Image-2024-10-12-at-11.16.53.jpeg)
TANGERANG, beritahariini.id — Kasus pencabulan yang terjadi di Panti Asuhan Darussalam An Nur kembali mengingatkan kita akan urgensi perlindungan anak di lingkungan Tangerang. Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Kota Tangerang menanggapi kasus ini dengan menyatakan akan memperkuat langkah-langkah preventif dan represif ke depannya.
Kepala UPTD Perlindungan Perempuan dan Anak, Titto Chairil menyatakan bahwa dalam tiga bulan terakhir, pihaknya telah meningkatkan sosialisasi pencegahan kekerasan di berbagai sekolah dan lembaga, termasuk panti asuhan.
“Kami mengadakan pendekatan kepada anak-anak SD, bahwa tidak boleh melakukan bullying, kekerasan fisik, atau tawuran, karena semua itu ada hukumannya. Kami juga melakukan hal serupa di panti dan sekolah berbasis agama. Pesan pencegahan kepada anak-anak adalah fokus utama kami,” jelasnya saat diwawancara pada Jumat (11/10/2024).
Dalam kasus Panti Darussalam An Nur, DP3AP2KB bekerja sama dengan Dinas Sosial yang memiliki kewenangan untuk memonitor yayasan tersebut. Titto mengakui bahwa kolaborasi lintas dinas sangat diperlukan, terutama dalam hal pengawasan lembaga yang menaungi anak-anak. “Ketika ada permasalahan seperti ini, kami berkolaborasi dengan Dinas Sosial. Ini adalah langkah yang kami ambil,” tambahnya.
Menurut Titto, penting untuk memberikan pendidikan seks kepada anak-anak guna mencegah kekerasan terhadap mereka, baik fisik, psikis, maupun seksual. Edukasi tersebut terus diberikan di berbagai sekolah, dengan pendekatan yang disesuaikan dengan usia. “Untuk anak-anak SD, kami sampaikan materi dengan cara yang tidak vulgar, sedangkan untuk tingkat SMA, penyampaian harus lebih jelas. Pendekatan ini dilakukan oleh psikolog yang paham bagaimana menyampaikan pesan sesuai dengan jenjang usia,” ujarnya.
Kasus panti asuhan tersebut menambah daftar panjang kekerasan terhadap anak di Kota Tangerang. Hingga September 2024, Titto menyebutkan, tercatat ada 200 pengaduan di DP3AP2KB, dengan sebagian besar kasus adalah kekerasan seksual. Total ada sekitar 230 korban, dan mayoritas dari mereka adalah anak-anak.
“Seperti yang kita ketahui dari kasus ini, anak-anak menjadi kelompok paling rentan terhadap kekerasan seksual. Hal ini terjadi di panti asuhan, di mana mereka tidak memiliki siapa-siapa, dan relasi kuasa berpengaruh dalam kasus seperti ini,” ungkapnya.
Dengan angka kasus kekerasan terhadap anak yang masih tinggi, DP3AP2KB mengajak masyarakat untuk berperan aktif dalam melaporkan kasus-kasus kekerasan di sekitar mereka. “Yang terpenting dari sosialisasi kepada masyarakat adalah agar mereka tahu ke mana harus melapor jika ada kejadian,” tutupnya. (Ara)