TANGERANG, beritahariini.id – Kecamatan Tangerang meluncurkan program Pelayanan Administrasi Terpadu (Paten) Keliling sebagai upaya memudahkan masyarakat mengurus administrasi tanpa harus datang ke kantor kecamatan. Namun, meskipun terlihat menjanjikan, realisasi di lapangan menunjukkan beberapa tantangan yang masih perlu diperbaiki.
Menurut Camat Tangerang, Yudi Pradana, Paten Keliling bertujuan untuk mendekatkan pelayanan administrasi kepada masyarakat yang sering terhalang oleh keterbatasan waktu kerja. “Paten keliling ini kita laksanakan untuk mendekatkan pelayanan kepada masyarakat. Masyarakat sekarang bukan yang harus melayani pemerintah, tetapi pemerintah yang harus melayani masyarakat,” ungkap Yudi pada Selasa (1/10/2024).
Namun, program ini tidak tanpa kendala. Salah satu tantangan terbesar yang disebutkan Yudi adalah soal waktu dan antusiasme masyarakat di kelurahan yang lebih dekat dengan kantor kecamatan. “Kalau kelurahan yang dekat, peminatnya sedikit. Tetapi di daerah yang lebih jauh seperti Cikokol, antusiasme masyarakatnya luar biasa,” jelasnya.
Pernyataan ini menggarisbawahi masalah ketimpangan partisipasi di beberapa wilayah. Hal ini bisa menjadi indikator bahwa Paten Keliling masih perlu ditinjau efektivitasnya, terutama dalam penyesuaian jadwal yang lebih fleksibel dan promosi yang lebih efektif untuk memastikan masyarakat di setiap kelurahan dapat memanfaatkan program ini secara merata.
Program Paten Keliling menyediakan berbagai layanan seperti pembuatan KTP, KIA, KK, surat kematian, dan sebagainya. Namun, informasi mengenai jadwal dan lokasi layanan ini hanya disebarkan melalui media sosial dan kantor kelurahan, yang mungkin tidak menjangkau seluruh lapisan masyarakat. Perlu ditinjau ulang mengenai keterbatasan akses bagi masyarakat yang tidak familiar dengan teknologi atau media sosial, sehingga masyarakat dengan hambatan tersebut tidak mendapatkan informasi yang cukup untuk memanfaatkan layanan ini.
Selain Paten Keliling, Kecamatan Tangerang juga memperkenalkan program Sedekah Sampah pegawai, di mana pegawai pemerintah berperan aktif dalam pengelolaan sampah sebagai contoh bagi masyarakat. Inisiatif ini lahir dari keinginan untuk mengajak masyarakat lebih bertanggung jawab terhadap sampah, yang sering kali hanya dianggap sebagai urusan pemerintah. “Kita tidak bisa hanya sekadar mengkritik soal sampah, kita harus memberikan contoh. Melalui Sedekah Sampah ini, kita mulai dari pegawai untuk menyumbangkan sampah yang ada di lingkungannya sendiri,” ujarnya.
Namun, meskipun inisiatif ini terpuji, pelaksanaannya masih terkesan terbatas pada lingkup internal pemerintah. Belum ada langkah konkret yang memastikan bagaimana program ini akan melibatkan masyarakat luas secara signifikan. Pemilahan sampah dan pengelolaannya melalui bank sampah juga masih terbatas, sehingga dampak nyata terhadap pengurangan sampah di tingkat komunitas masih perlu diuji efektivitasnya.
Harapan bahwa program ini dapat mengubah perilaku masyarakat terkait pengelolaan sampah juga masih menghadapi hambatan. Tanpa edukasi berkelanjutan dan fasilitas pendukung yang memadai, masyarakat tidak akan merasa terdorong untuk terlibat aktif dalam program ini.
Kecamatan Tangerang perlu lebih proaktif dalam menyesuaikan program-program ini dengan kebutuhan dan kondisi masyarakat setempat, agar tidak hanya menjadi inisiatif simbolis, tetapi juga memberikan dampak nyata bagi kehidupan sehari-hari warga. (Ara)