0 3 min 1 minggu

TANGERANG, beritahariini.id – Di tengah hiruk-pikuk Kota Tangerang, tersembunyi di balik hutan rindang di samping aliran Sungai Cisadane, hidup sebuah komunitas panahan tradisional bernama Tangger. Harrys Yasin Yudhanegara, tokoh utama di balik berdirinya komunitas ini, dengan penuh semangat mendedikasikan diri untuk menjaga dan melestarikan budaya panahan tradisional yang dikenal dengan nama Jemparingan.

Dengan balutan pakaian sederhana dan topi khas Sunda yang bertengger di kepalanya, Harrys berbicara tentang Jemparingan lebih dari sekadar olahraga. Menurutnya, Jemparingan adalah sarana untuk membangun karakter dan ketangguhan, terutama bagi generasi muda. Jemparingan ini dilakukan dengan posisi duduk sambil membidik sasaran berupa bandul berbentuk lingkaran dari jarak 30 meter.

Seraya mengarahkan murid-muridnya yang sebagian besar masih belia, Harrys menceritakan mengenai pentingnya ketenangan saat membidik sasaran. “Di antara rambahan inilah kita diajarkan teknik memanah yang benar, yang baik. Angkernya, rilisnya, posisinya, bahkan kondisi psikologis kita. Jadi, dibutuhkan ketenangan,” ujarnya.

Sejalan dengan penjelasan Harrys, Jemparingan tidak hanya melatih kemampuan teknis tetapi juga mengajarkan filosofi hidup, seperti disiplin, kesabaran, dan rendah hati. Perjalanan komunitas Tangger yang sudah berjalan selama hampir lima tahun. Berdiri di masa pandemi pada tahun 2020, Tangger menjadi ruang bagi masyarakat, khususnya anak-anak, untuk belajar sambil melestarikan budaya.

Menurutnya, filosofi Jemparingan sangat dalam, tidak hanya soal teknik panahan. “Filosofi bermain panahan ini sangat luar biasa. Bagaimana kita tidak boleh sombong, harus menata diri. Jangan sampai merasa sombong pada saat kena sasaran,” katanya.

Harrys juga menekankan bahwa setiap kali anak panah mengenai sasaran, ada suara lonceng yang menandakan keberhasilan. Namun, lebih dari sekadar bunyi lonceng, Harrys ingin mengajarkan kepada para pemanah muda bahwa kebahagiaan sejati terletak pada sebuah proses pembelajaran dan kedisiplinan. Jemparingan menjadi cara untuk menanamkan nilai-nilai kebersamaan, ketidaksombongan, dan kerja keras kepada generasi muda.

Di lapangan Jemparingan yang berada di Kampung Cacing, Harrys dengan penuh kesabaran melatih anak-anak dan remaja, mendidik tidak hanya agar menjadi atlet yang berprestasi, tetapi juga agar mereka bisa menjadi individu yang memiliki karakter kuat.

Tidak hanya berfokus pada pendidikan karakter, komunitas Tangger juga telah banyak meraih prestasi di tingkat lokal maupun nasional. Harrys bangga menceritakan bahwa salah satu muridnya, Bima, telah memenangkan beberapa kompetisi, termasuk juara pertama di kategori panahan berdiri dan juara kedua di kategori duduk. Dengan murid-murid yang berasal dari berbagai sekolah di Tangerang, komunitas ini telah berpartisipasi dalam berbagai perlombaan, termasuk di tingkat internasional.

Harrys berharap bahwa dengan keberadaan Tangger, Jemparingan akan terus dilestarikan dan diwariskan kepada generasi mendatang. Dengan anggota komunitas yang kini berjumlah sekitar 200 orang, Harrys berkomitmen untuk terus mengajarkan nilai-nilai yang terkandung dalam Jemparingan kepada anak-anak, agar mereka tidak hanya berprestasi di bidang olahraga, tetapi juga memiliki karakter yang kuat, tangguh, dan bijaksana. (Ara)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *