TANGERANG, beritahariini.id – Sidang perdana kasus tabrakan yang mengakibatkan tewasnya Iptu Siswanto, Kanit PPA Satreskrim Polres Tangsel digelar di Pengadilan Negeri Tangerang, Senin (02/10/2023).
Kanit PPA Polres Tangsel Iptu Siswanto mengalami kecelakaan saat mengendarai road bike di Jalan Sutra Boulevard Kelurahan Pondok Jagung Kecamatan Serpong Utara Kota Tangerang Selatan, Banten pada Sabtu (19/8/2023) sekira pukul 08.50 WIB.
Tepatnya, saat Siswanto melaju dari arah Pondok Jagung menuju arah Sport Center di Alam Sutera. Sesampainya di dekat Cluster Danau Biru dari arah berlawanan melaju kendaraan minibus yang dikemudikan Ida Amini (29).
Akibat insiden tersebut, Siswanto tak sadarkan diri karena mengalami luka berat. Sedangkan mobil yang dikendarai IA mengalami kerusakan di bagian depan.
Siswanto langsung dibawa ke rumah sakit akibat peristiwa tersebut. Hingga akhirnya, pada Selasa (26/8/2023) sekira pukul 15.00 WIB Iptu Siswanto menghembuskan nafas terakhirnya dalam perawatan di Rumah Sakit.
Tersangka Ida Amini (IA) penabrak Iptu Siswanto didakwa Pasal 310 Ayat 4 Subsider 310 Ayat 3 dengan ancaman maksimal 6 tahun penjara dan denda Rp12 juta. Sidang berlangsung di ruang sidang 1 dengan agenda pembacaan dakwaan sekaligus pemeriksaan saksi-saksi.
Kuasa hukum korban, Agus Supriatna mengatakan, dakwaan yang dibacakan tersebut sudah jelas. Sebagaimana UU Lalu Lintas Nomor 22 Tahun 2019 karena lalai dalam berkendara dan menyebabkan korban meninggal dunia.
“Tadi sudah disinggung tidak ada niat mencelakakan apalagi sampai menghilangkan nyawa. Hanya di sini sangat disayangkan bahwa pelaku ini ketika kejadian tidak sama sekali minta maaf, tidak ada itikad baik bagaimana empati,” ucapnya.
Agus menjelaskan, saksi Robi mengaku kaget bahwa tidak adanya empati dari tersangka. Tersangka malah mempermasalahkan kendaraannya yang rusak.
Sementara istri korban, Marisa berharap kepada majelis hakim agar terdakwa dihukum secara maksimal. Karena terdakwa dinilai dengan sombong dan angkuh bahkan tidak memiliki etika yang baik.
Terdakwa itu setelah menabrak, dengan sombongnya mengatakan mobilnya hancur, rusak, dan siapa yang ingin mengganti. “Dari awal kejadian dia minta maaf saya anggap ini musibah. Tapi melihat kelakuannya yang nabrak saya berpikir bukan musibah, ini kurang ajar,” ungkapnya.
Marisa menambahkan, setelah 7 hari suaminya meninggal, terdakwa sempat datang ke kediamannya. Disebut datang dengan menawarkan uang sebesar Rp50 juta untuk mencabut laporannya tersebut. “Begitu suami saya meninggal, lewat dari 7 hari, suami (pelaku) dan ibunya (terdakwa) sempat datang ke rumah saya. Dia langsung menawarkan uang Rp50 juta dengan mengatakan lagi, kira kira ibu kapan mau penangguhan tahanan, artinya ini kurang etika sekali,” tambahnya. (Alda)