0 3 min 1 tahun

TANGERANG, beritahariini.id – Seniman mural The Epicentrum Street Art Festival mencoba laksa sebagai makanan khas Tangerang. Sebelumnya, mereka juga mengunjungi Kampung Pink sebagai kampung tematik di Tanah Tinggi, Kecamatan Tangerang, Kota Tangerang. Para seniman diajak ke Kampung Pink untuk melihat karya mural pada kampung tematik di sana. Mereka disambut Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kota Tangerang, Rizal Ridolloh. “Kebetulan salah satu panitia The Epicentrum adalah penggiat Kampung Pink. Karena mereka artis mural, jadi sangat pas datang ke Kampung Pink yang memiliki banyak mural hasil karya anak bangsa,” ungkap Rizal usai kunjungan, Selasa (12/9/2023).

Rizal menjelaskan, Kampung Pink dapat dijadikan contoh sebagai salah satu kampung tematik yang ada di Kota Tangerang yang seni muralnya dikembangkan. Rizal berharap,  kunjungan ini dapat menjadi promosi bagi mereka yang sedang mengunjungi Indonesia. “Karena kita memiliki Bandara Internasional Soekarno-Hatta, yang dapat dikunjungi sebelum atau setelah sampai ke Kota Tangerang,” ucap Rizal.

Setelah mengunjungi Kampung Pink, seniman mural diajak makan siang di kawasan kuliner Laksa, Jalan Mohammad Yamin, Babakan, Kecamatan Tangerang. Mereka nampak antusias mencicipi kuliner khas Tangerang tersebut.

Wezt One, seniman mural dari Seoul, Korea Selatan langsung mencicipi otak-otak. “Otak-otak ini sangat enak rasanya seperti odeng makanan fast food Korea,” katanya. Menurut Wezt One, banyak makanan lainnya yang memiliki rasa cukup berbeda dibanding negara asalnya.

Menurut Ayu Murniati dari Pontianak, laksa memiliki rasa seperti kari. “Di Pontianak tidak ada laksa. Tapi karinya sama seperti beberapa kuah makanan yang ada di Pontianak,” ujar Ayu yang akrab disapa Kebong ini.

Setelah makan siang di kuliner laksa, para seniman juga diajak jalan-jalan ke pusat perbelanjaan di Tangerang.

Art Director The Epicentrum Edi Bonetski menjelaskan, festival ini merupakan peristiwa kebudayaan yang dimulai dengan semangat penggalian ruang geografis di Jalan Raya Legok. Kegiatannya diinisiasi kolaborasi antara Tim 11, Bupati Tanggerang, seniman, dan warga di sekitar jalan tersebut. “Seni merupakan sebuah arsip atau catatan perjalanan panjang sebuah bangsa yang harus dijadikan pegangan, karena itu bukan hanya masa lalu tapi juga hari dan masa depan,” katanya.

Menurut Edi, setiap orang harus tahu bahwa jalan memiliki ilmu pengetahuan yang perlu digali. Karya mural dan grafity The Epicentrum masing-masing seniman memiliki gambar yang mempunyai daya ungkap untuk meluapkan ekspresinya yang tidak bisa diceritakan di tulisan jurnalis satau sastrawan. “The Epicentrum ini pendeknya menjadi galeri jalanan gambar yang ada di Tangerang,” tutupnya. (Alda)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *