TANGSEL, beritahariini.id – Diberitakan sebelumnya, tanah seluas 6000 M2 yang berlokasi di Jalan Beruang, RT 006/002, Kelurahan Pondok Ranji, Kecamatan Ciputat Timur, Kota Tangerang Selatan, diduga dicaplok oleh pengembang besar, dengan diduga SHGB atas nama PT Permadani Interland dan kemudian dijual kepada PT Jaya Real Property (JRP).
Diketahui, BPN Tangsel tanggal 25 Januari 2022 menjawab surat kuasa hukum R Siti Hadidjah dengan balasan surat yang berbunyi “Bahwa mengenai permohonan saudara untuk memperoleh klarifikasi dan penjelasan riwayat dan dasar penerbitan atau sertifikat pada Romawi II angka 1 diatas merupakan informasi terbatas atau dikecualikan berdasarkan pasal 12 ayat 4 huruf i Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2013 tentang pelayanan Informasi Publik di lingkungan Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia yang bunyinya informasi yang dikecualikan meliputi buku tanah surat ukur dan warkah nya”.
Kuasa Hukum pensiunan guru R Siti Hadidjah yang tanahnya diduga dicaplok pengembang besar di Bintaro, Tangerang Selatan (Tangsel) Erwin Fandra manullang, S.H., mengatakan, bahwa tim kuasa hukum sudah mendaftarkan permohonan penyelesaian sengketa informasi ke Komisi Informasi Provinsi (KIP) Banten dengan Termohon Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Tangerang Selatan. Surat gugatan bernomor BP.PISP.025/II/2022 itu diterima KIP Banten pada Rabu 9 Februari 2022.
Menurutnya permohonan diajukan karena tidak puas atas jawaban Kepala BPN Tangsel yang dianggap tidak trasparan atas dokumen riwayat penerbitan sertipikat.”Ya benar, permohonan penyelesaian sengketa informasi sudah kami daftar, Rabu, 9 Februari 2022. Intinya karena BPN Tangsel kami anggap menutup informasi yang harusnya bersifat terbuka. Setelah ini Lurah Pondok Ranji juga akan kami gugat ke KIP karena dinilai tertutup juga,” kata Erwin saat ditemui di Kota Serang, Jumat (11/2/2022).
Erwin menyampaikan, melalui suratnya tanggal 25 Januari 2022 lalu, Kepala BPN Tangsel dinilai telah keliru dalam memberikan jawaban. “Pedomannya adalah asas lex suferiori derogat legi inferiori, artinya Peraturan yang lebih tinggi mengesampingkan peraturan yang lebih rendah. Jadi demi keadilan, UUD 1945, UU KIP, UU Agraria absolut mengesampingkan Peraturan Menteri ATR BPN Nomor 6 Tahun 2013 Tentang Pelayanan Informasi di Lingkungan BPN RI,” jelas Erwin.
Erwin juga menuturkan, dengan dasar tersebut diatas harusnya BPN Tangsel memahami secara utuh dan jangan cenderung menutup informasi soal dokumen riwayat penerbitan sertipikat. “Nah dokumen riwayat penerbitan sertipikat adalah jelas informasi terbuka bukan dikecualikan. Demi keadilan dan kepastian hukum BPN Tangsel harus menyerahkan salinan dokumen riwayat penerbitan sertipikat yang kami mohonkan,” katanya lagi.
BPN Tangsel juga dinilai tidak tunduk dan patuh pada Yurispundensi Putusan Komisi Informasi Pusat. “Selain itu juga ada Yurisprudensi Komisi Informasi Pusat 042/X/KIP-PS-A/2018, tanggal 23 Desember 2019. Itu kan kaidah hukum atau pedoman yg harus di laksanakan oleh seluruh kepala BPN di Indonesia. Nah, ada pedomannya gak juga dijalankan BPN Tangsel, mau di bawa kemana ini?. Kok informasi yang kami mohon dikecualikan. Cobalah melihat perkara ini tidak secara university saja tapi secara universal. Lalu juga Kepada Kepala Kejaksaan Tangsel (Kajari) kan kami sudah bersurat, panggillah secara resmi pihak-pihak terkait untuk di tindaklanjuti secara hukum karena Kejari Tangsel memiliki kewenangan yang di berikan mandat sebagai satgas mafia tanah di wilayah hukumnya,” ucap Erwin dengan nada tegas.
Sementara Kuasa Hukum lainnya Mea Djegawoda, SH, berharap Komisi Informasi Provinsi Banten objektif dalam memeriksa dan memutus penyelesaian sengketa informasi. “Biar semua terang benderang terkait informasi status kepemilikan tanah ibu R Siti Hadidjah Kami harap Komisi Informasi Provinsi Banten menjunjung tinggi keadilan dan kepastian hukum dalam memeriksa dan memutus sengketa informasi,” tutur Mea. (Vita)